makalah muamalah jual beli dan nikah
MUAMALAH
(JUAL
BELI DAN NIKAH)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Muamalah dapat dilihat dari dua segi
yaitu dari segi bahasa dan dari istilah atau termenologi. Menurut bahasa,
muamalah berasal dari kata:
عَامَلَ – يُعَامِلُ – مُعَامَلَةٌ
Artinya,
saling bertindak, saling berbuat, dan saling berhubungan antara seorang dengan
yang lainnya. Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit. Pengertian muamalah dalam
arti luas yaitu "menghasilkan duniawi supaya menjadi sebab suksesnya
masalah ukrawy"[1].
Menurut Muhammad Yusuf Musa yang dikutip Abdul Majid: "Muamalah adalah
peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia"[2].
Jadi, muamalah dalam arti luas, yaitu aturan-aturan (hukum-hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam
kaitannya dengan urusan duniawai dalam pergaulan sosial.
Adapun pengertian muamalah dalam
arti sempit (khas), para ulama memberikan definisi yang berbeda menurut Hudhari
Byk yang dikutip oleh Hendi Suhendi, "muamalah adalah semua akad yang
membolehkan manusia saling menukar manfaatnya". Sedangkan menurut Rasyid
Ridha, "muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat
dengan cara-cara yang telah ditentukan"[3].
Berdasarkan definisi di atas dapat
dipahami bahwa pengertian muamalah dalam arti sempit (khas), yaitu semua akad
yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya dengan cara-cara dan
aturan-aturan yang telah ditentukan Allah. Manusia berkewajiban menyikuti
cara-cara itu dan menaati aturan-aturan-Nya.
Muamalah sendiri banyak membahas tentang
hubungan antara manusia, di antaranya yaitu jual beli, nikah, khiyar, riba,
asuransi, qiradh, kredit, dan seterusnya. Tetapi yang akan dibahas pada makalah
ini yaitu jual beli dan nikah.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka timbullah rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
1.
Jelaskan
tentang jual beli?
2.
Jelaskan
tentang nikah?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka
timbullah tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui tentang jual beli.
2.
Untuk
mengetahui tentang nikah.
D.
Manfaat
Berdasarkan tujuan makalah di atas, maka
timbullah manfaat dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Memperluas
wawasan mahasiswa atau masyarakat mengenai
tentang jual beli dan tentang nikah.
2.
Memberikan
pengetahuan bagi mahasiswa atau masyarakat yang membaca makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Jual Beli (Bai')
1.
Pengertian Jual
Beli (Bai')
Secara etimologi (bahasa) jual beli (البيع) bermakna
menukar sesuatu dengan sesuatu, atau menukar barang dengan uang[4].
Sebagian fuqaha berkata,
menurut bahasa, bai' artinya memilikkan harta dengan harta. Jadi sama
dengan ta'rif yang pertama, hanya yang dimaksudkan adalah arti yang
hakiki, maka tidak mencakup pengertian mengembalikan tambahan dengan selamanya.
Sebagian ulama menukil bahwa bai'
menurut bahasa adalah mengeluarkan sesuatu zat dari hak milik dengan
mendapat imbalan, yaitu ta'rif yang kedua. Melepaskan zat dari hak
milik, artinya memilikkan orang lain terhadap suatu harta, maka memilkkam
manfaat seperti akad sewa-menyewa dan sesamanya tidak disebut bai' menurut
bahasa.
Adapun syira' ialah
memasukkan zat kedam hak milik dengan imbalan, atau memilikkan suatu harta
dengan harta. Berdasarkan bahasa, masing-masing bai' dan syira' dapat
memakai arti yang dimiliki oleh orang lain[5].
Menurut mazhab Hanafiyah jual beli
mengqandung dua makna yaitu secara khusus dan umum. Definisi bai' adalah
memakai makna khusus, yaitu mempertukarkan barang dengan mata uang berdasarkam
cara-cara tertentu (ijab qabul). Adapun definisi bai’ yang memakai makna
umum adalah, menukarkan harta dengan harta berdasarkan cara tertentu. Menurut
mazhab Syafi'iyyah, jual beli adalah akad penukaran harta dengan harta
berdasarkan cara-cara tertentu.
2.
Macam-Macam
Jual Beli
Berikut macam-macam jual beli, yaitu
sebagai berikut:
a.
Jual beli
shahih, yaitu jual beli yang sudah terpenuhi syarat dan ukurannya. Jual beli
shahih terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
· Jual beli barang-barang yang kelihatan.
· Jual beli barang-barang yang tidak kelihatan, yang hanya disebutkan
sifat-sifatnya saja dan masih dalam tanggung jawab penjual, yang disebut dengan
"salam".
· Jual beli sharaf yaitu, menukarkan salah satu dari dua mata uang
yang sejenis atau yang lain jenis.
· Jual beli murabahah, yaitu menjual dengan harga semula serta
mengambil untung.
· Jual beli isyrak, misalnya ucapan seseorang "aku syirkahkan
kamu bersamaku dalam akad dengan sepertiga dari beli".
· Jual beli muhathah, seperti ucapan seseorang "saya menjual
dengan harga beli dan dikurangi satu dirham setiap sepuluh".
· Jual beli tauliyah, yaitu harga jual sama persis dengan haraga
beli.
· Menukarkan hewan dengan hewan.
· Jual beli dengan syarat yang khiyar.
· Jual beli dengan syarat bebas dari cacat.
b.
Jual beli fasid
(rusak), yaitu jual beli yang kurang syarat maupun rukunya.
3.
Hukum Jual Beli
dan Dalilnya
Hukum jaul beli itu mubah, tetapi
kadang menjadi wajib, yaitu ketika dalam keadaan terpaksa membutuhkan makanan
atau minuman. Misalnya, seseorng wajib menyambil seseuatu untuk sekedar
menyelamatkan jiwa dari kebinasaan dan kehancuran, dan haram tisak membeli
sesuatu yang dapat menyelamatkan jiwa disaat darurat.
Terkadang jual beli itu hukumnya mandub
(sunnah), seperti seseorang bersumpah akan menjual barang yang tidak
membahayakan bila dijual. Dalam keadaan demikian dia disunnahkan melaksanakan
sumpahnya. Kadang-kadang jual beli hukumnya makruh, seperti menjual barang yang
dimakruhkan. Terkadang jual beli hukumnya haram, seperti menjual barang yang
haram dijual.
Hukumnya jual beli yang mubah itu
sudah diketahui dengan jelas dalam agama Islam. Dalil-dalil tentang jual beli
itu banyak sekali, baik dari Al-Quran maupun dari As-Sunnah.
Allah berfirman dalam Al Qur'an
surah Al-Baqarah ayat 275.
Terjemahnya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang
kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya[6].
Allah berfirman dalam Al Qur'an surah An-Nisa ayat 29.
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu[7].
Ayat- ayat tersebut dengan jelas menerangkan halalnya (mubahnya)
jual beli, meskipun ayat-ayat tersebut disusun untuk beberapa tujuan selain
pernyataan halalnya jual beli. Ayat yang pertama disusun dalam kalimat yang
menerangkan haramnya riba. Ayat kedua disusun dalam kalimat yang menerangkan
dilarangnya manusia memakan harta sesamanya dengan cara yang batil. Sedangkan
ayat yang ketiga disusun dalam kalimat yang menerangkan agar manusia
menghindari pertengkaran dan perselisihan dalam masalah jual beli dengan menghadirkan
saksi.
Dasar dibolehkannya jual beli yang dari hadits adalah banyak sekali,
diantaranya sebagi berikut:
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلأَنْ يَاءْخُذَا حَدُ كُمْ
حَبْلَهُ فَيَاءْ تِى بِحَزْمَةِ حَطَبٍ عَلَى ظَهْرِهِ . فَيَبِيْعَهَا فَيَكِفَّ
بِهَا وَجْهٌ خَيْرٌ لَهُ اَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ اَعْطَوْهُ اَوْمَنَعُوْهُ (رواه
البخارى)
Artinya: Sesungguhnya salah satu di antara
kamu yang mengambil talinya, lalu datang, seikat kayu bakar di atas
punggungnya, ke4mudian ia menjualnya hingga ia mampu menjaga (kehormatan)
dirinya dari minta-minta, itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta, yang
adakalanya mereka memberinya dan adakalanya mereka tidak memberinya
(menolaknya). (H.R. Bukhari)[8].
Hadits ini memberi isyarat bahwa manusia
dalam masa hidupnya wajib bekerja. Seseorang tidak boleh hidup dengan
minta-minta, sebagaimana dia tidak boleh menolak suatu pekerjaan, baik
pekerjaan yang besar maupun pekerjaan kecil, tetapi dia harus mengerjakan
pekerjaan yang mudah baginya.
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، الذِّهَبُ بِالذّهَبِ وَالفِضَّةُ
بِالفِصَّنهِ، وَالبُرُّ بِالبُرِّ، والسَّعِيْرُبِاسَّعِيْرِ والتَّمْرُ بِالتَّمْرِ
وامِلْحُ بِلْلحِ، سَوَاءً بِسَواءٍ مِثْلاً بِمِثْلٍ، يَدَا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ
اَوِاسْتَزَادَ فَقَدْ اَرْبَى فَاِذَ اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الَاَجْنَاسُ
فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئتُمْ (رواه مسلم)
Artinya: Emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, kurma dengan kurma dan garam
dengan garan secara sama banyaknya, sepadan dan tunai, maka barang siapa
menambah atau meminta tambahan, maka sesungguhnya ia telah melakukan riba.
Apabila berlaina jenis maka jual belikan sesukamu. (H.R. Muslim)[9].
4.
Rukun Jual Beli
Rukun dalam jual beli adalah sesuatu
yang menjadi gantungan adanya perkara lain, meskipun sesuatu itu tidak termasuk
didalamnya. Rukun (unsur) adalah suatu yang hakiki, yang pada asalnya adalah
masuk ke dalam sesuatu. Asal dari bai’ adalah shighat. Apabila
tiada shighat, tentu kedua orang yang mengadakan akad tidak disebut bai’
dan musytari (pembeli). Rukun jual beli ada tiga, yaitu sebagai
berikut:
a.
Shighat (ucapan
akad), shighad dalam jual beli adalah segala sesuatu yang menunjukan adanya
kerelaan dari dua bela pihak; penjual dan pembeli.
b.
'Aqaid, yaitu
orang yang melakukan akad, baik penjual maupun pembeli.
c.
Ma’qud Alaih
(yang diakadkan), ma’qud alaih baik menyangkut benda yang dijual maupun alat
untuk membelinya (uang).
5.
Jenis-jenis
Jual Beli yang Dilarang
Rasulullah. saw, melarang sejumlah
jual beli, karena didalamnya terdapat gharar yang membuat manusia
memakan harta orang lain dengan batil dan di dalamnya terdapat unsur penipuan
yang menimbulkan dengki, konflik, dan permusuhan diantara kaum Muslimin. Di antara
jenis-jenis jual beli yang beliau larang adalah sebagai berikut:
a.
Jual beli yang
belum diterima
Seorang muslim tidak boleh membeli
suatu barang kemudian menjualnya padahal ia belum menerima barang dagangan
tersebut.
b.
Jual beli
seorang muslim dari muslim lainnya.
Seorang muslim tidak boleh membeli
suatu barang yang hendak dibeli saudara seagamanya.
c.
Jual beli
najasy
Seorang muslim tidak boleh menawar
suatu barang dengan harga tertentu, padahal ia tidak ingin membelinya.
d.
Jual beli
barang-barang haram dan najis
Seorang muslim tidak boleh menjual barang haram, barang najis, dan
barang-barang yang menjerumus kepada haram.
e.
Jual beli
gharar
Orang muslim tidak boleh menjual
sesuatu yang didalamnya ada gharar (ketidakjelasan).
f.
Jual beli dua
barang dalam satu akad
Seorang muslim tidak boleh malakukan
dua jual beli dalam satu akad. Kedua jual beli itu harus dilangsungkan dengan
sendiri, karena didalamnya terdapat ketidakjelasan yang membuat orang Muslim
lainnya tersakiti, atau memakan hartanya dengan tidak benar.
g.
Jual beli urbun
(uang muka)
Seorang Muslim tidak boleh melakukan
jual beli urbun, atau mengambil uang muka secara kontan, karena diriwayatkan
bahwa Rasulullah saw, melarang jual beli urbun.
h.
Menjual sesuatu
yang tidak ada pada penjual
Seorang Muslim tidak boleh menjual
sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya, karena hal
tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang yang dibelinya.
i.
Jual beli utang
dengan utang
Seorang Muslim tidak boleh menjual
utang dengan utang, karena itu menjual barang yang tidak ada dengan barang yang
tidak ada pula. Islam tidak memperbolehkan jual beli seperti itu.
j.
Jual beli inab.
Seorang Muslim tidak boleh menjual
suatu barang kepada orang lain dengan kredit, kemudian ia membelinya lagi dari
pembeli dengan harga yang lebih murah.
k.
Jual beli oleh
orang kota dengan orang desa.
Jika orang desa atau orang asing
dating ke satu kota dengan maksud menjual barangnya dipasar dengan harga hari
itu, maka orang kota tidak boleh berkata kepadanya, “serahkan barangmu kepadaku
dan aku akan menjualnya untuk besok. Perbuatan orang kota itu tidak
diperbolehkan.
l.
Membeli barang
dari penjualnya diluar daerah.
Jika seorang Muslim mendengar
komoditi barang telah masuk kedaerahnenjualnya, ia tidak boleh keluar dari
daerahnya untuk memenuhi penjual diluar daerah tersebut kemudian membelinya
disana dan membawa masuk barang itu kemudian menjualnya dengan harga semuanya.
m.
Jual beli
musharrah
Seorang Muslim tidak boleh menahan
susu kambing, atau lembu, atau unta diambinya selama berhari-hari agar susunya
terlihat banyak, dengan manusia tertarik membelinya dan setelah itu ia
menjualnya.
n.
Jual beli pada
adzan kudua hari jum’at
Seorang Muslim tidak boleh menjual
sesuatu atau membeli sesuatu jika adzan kedua shalat Jum’at telah dikumandangkan
dan khatib telah naik mimbar.
o.
Jual beli
muzabanah dan muhaqalah
Orang Muslim tidak boleh menjual
anggur dipohonnya secara perkiraan dengan anggur kering yang ditakar, atau
menjual tanaman dimayangnya secara perkiraan dengan biji-bijian yang ditakar,
atau menjual kurma dipohonnya dengan kurma matang yang ditakar, kecuali jual
beli araya yang diperbolehkan Rasulullah saw.
5.
Hikmah Jual
Beli
Ahmad Al-Jurjawi menjelaskan hikmah
jual beli yaitu kebanyakan problem sosial yang mengakibatkan pertengkaran dan
permusuhan adalah disebabkan tidak dijalankannya undang-undang syariat yang
telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Bijaksana dalam hal jual beli. Pada
undang-undang tersebut berfungsi sebagai pengemban bagi kebaikan muamalah[10].
Kemudaian Allah mensyaratkan bahwa
untuk syahnya jual beli haruslah sesuai dengan perjanjian antara mereka kecuali
jika ada persyaratan khiyar antara mereka berdua. Seperti yang dikatakan oleh
Rasulullah saw.
"Dua orang yang berjual beli
boleh memilih (akan meneruskan jual beli mereka atau tidak), selama keduanya
belum bercerai dari tempat akad kecuali jual beli khiyar"[11].
a.
Allah SWT. mensyariatkan
jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasan kepada hamba-hamba-Nya,
karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan,
dan papan. Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup.
b.
Kehidupan
menjadi terjamindan tertib karena masing-masing bangkit untuk menghasilkan
sesuatu yang menjadi sasran hidup. Maka dengan modal kekuatan fisik dia menahan
diatas bumi. Allah member ilham mengebai ilmu pertanian. Dia menjual buahnya
kepada yang tidak bias menanam, tetapi mempunyai uang untuk membelinya.
c.
Masing-masin
pihak merasa puas. Pemjual melepas barang dagangannya dengan ikhlas dan
menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima barang dagangan
dengan puas pula. Dengan demikian, jail beli juga mampu mendorong untuk saling
bantu antara keduanya dalam kebutuhan sehari-hari.
1.
Pengertian
Nikah
Kata
nikah berasal dari bahasa arab yang di dalam Indonesia sering diterjemahkan
dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan
Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua
insan[12].
Hubungan
antara seorang laki-laki den perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah
diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka
disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan atara laki-laki dan perempuan yang diatur
dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan
baik bagi laki-laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan
bagi masyarakat yang berada di sekeliling kedua insan tersebut.
Menurut
Abdul Muhaimin As’ad dalam bukunya Risalah Nikah: Penuntun Perkawinan, nikah ialah
akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat nafsu seksnya, yang diatur
menurut tuntunan agama Islam sehingga keduanya diperbolehkan bergaul sebagai
suami istri. Dan yang dimaksud akad adalah ijab dari pihak wali perempuan atau
wakilnya dan kabul dari pihak calon suami stau wakilnya.
Berdasarkan
pendapat para Imam Mazhab pengertian nikah adalah sebagai berikut[13]:
a.
Golongan Hanafi
النكاح بأنه عقد يفيد ملك المتعة قصدا
Artinya: Nikah itu adalah akad yang menfaedahkan
memiliki, bersenang-senang dengan sengaja.
b. Golongan Maliki
النكاح بأنه عقد على مجرد متعه التلدد بادمية
غير موجود قيمتها
Artinya: Nikah adalah yang mengandung ketentuan hukum
semata-semata untuk membolehkan watha, bersenang-senanh menikmati apa yang ada
pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya.
c. Golongan Syafi'iyah
النكاح بأنه عقد يتضمن وطء بلفظ انكاح او
تزويج اومعناهما
Artinya: Nikah adalah yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan watha dengan lafaz nikah atau tazwijah atau yang semakna dengan
keduanya.
d. Golongan Hanabiilah
النكاح هو عقد بلفظ انكاح او تزويج على منفعة
الاستمتاع
Artinya: Nikah adalah akad dengan mempergunakan lafaz
nikah atau tazwij guna mem bolehkan manfaat, bersenang senang dengan wanita.
2. Dalil dan Hukum Tentang Nikah
Karena perkawinan adalah sunnatullah atau hukum alam
didunia, maka perkawinan dilakukan bukan hanya manusia, tetapi juga hewan,
bahkan tumbuh-tumbuhan. Karena manusia adalah makhluk yang dimuliakan dan diutamakan
Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, maka Allah telah menetapkan
adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tidak
boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semuanya, seperti yang dilkukan
oleh binatang, yakni kawin dengan lawan jenis semuanya saja, atau seperti
tumbuhan-tumbuhan yang kawin dengan perantaraan angin.
Allah
berfirman dalam Al Qur'an surah An-Nur ayat 32.
Terjemahnya:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui[14].
Allah berfirman dalam Al Qur'an
surah Adz-Dzariyaat ayat 49.
`ÏBur=ÇÍÒÈ
Terjemahnya:
Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah.
Allah berfirman dalam Al Qur'an
surah Yasin ayat 36.
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur w tbqßJn=ôèt ÇÌÏÈ
Terjemahnya:
Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak
mereka ketahui[15].
Dalam hadits
Rasulullah saw. ditemukan beberapa anjuran melangsungkan pernikahan, di antaranya:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ
رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ
اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ
أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Artinya: Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai
generasi muda! Barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia
kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan.
Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu".
Muttafaq Alaihi[16].
Dalam hadits ini ditemukan juga anjuran Rasulullah saw.
untuk menikah, karena menikah merupakan salah satu sunnah Rasulullah saw.
Rasulullah saw. bersabda:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى
الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّه, وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : لَكِنِّي
أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ ,
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: Dari Anas Ibnu Malik
Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji
Allah dan menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa,
berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak
termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi[17].
Hukum tentang nikah para fuqaha mengklasifikasikan
hukum nikah menjadi lima kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya,
yaitu sebagai berikut.
a. Wajib
Wajib bagi orang mampu dan nafsunya telah mendesak,
serta takut terjeremus dalam lembah perzinaan. Menjauhkan diri dari perbuatan
haram adalah wajib, maka jalan yang terbaik adalah dengan menikah.
b. Sunnah
Sunnah bagi orang yang mau menikah dan nafsunya kuat,
tetapi mampu mengandalikan diri dari perbuatan zina, maka hukum menikah baginya
adalah sunnah. Menikah baginya lebih utama daripada berdiam diri menekuni
ibadah, sebab menjalani hidup tanpa nika sama sekali tidak dibenarkan dalam
islam.
c. Mubah
Mubah bagii orang yang tidak ada alasan yang
mewajibkan segera nikah atau alasan yang mengharamkan menikah.
d. Makruh
Makruh bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu
memberi nafkah kepada istrinya walaupun tidak merugikannya kerena ia kaya dan
tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga bertambah makruh hukumnya
jika karena lemahsyahwat itu ia berhenti dari melakukan suatu ibadah atau menuntut
suatu ilmu.
e. Haram
Haram bagi orang tidak berkeinginan karena tidak mampu
memberi nafkah, baik nafkah batin maupun nafkah lahiriah kepada istrinya serta
nafsunya tidak mendesak, atau dia mempunyai keyakinan bahwa apabila menikah ia
akan keluar dari Islam.
3. Rukun dan Hikmah Nikah
Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi rukun-rukun yang lima perkara ini, yaitu:
a. Ijab- Qabul.
b. Ada mempelai pria.
c. Ada mempelai wanita.
d. Adanya wali.
e. Adanya saksi.
Hikmah nikah dalam Islam tidak mensyariatkan sesuatu melainkan
dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula
dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya:
a.
Sarana pemenuh kebutuhan biologis.
b. Sarana menggapai kedamaian dan ketenteraman
jiwa.
c. Sarana menggapai kesinambungan peradaban.
d. Sarana untuk menyelamatkan manusia dari
dekadensi moral.
e. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muamalah
dalam arti sempit (khas), yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling
menukar manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan
Allah. Manusia berkewajiban menyikuti cara-cara itu dan menaati
aturan-aturan-Nya.
Jual
beli dan nikah adalah satu-kesatuan dari muamalah (hubungan sesama manusia).
Berikut kesimpulan dari pembahasan di atas.
1. Jual Beli
Jual
Beli bermakna menukar sesuatu dengan sesuatu, atau menukar barang dengan uang. Hukum
jaul beli itu mubah, tetapi kadang menjadi wajib, yaitu ketika dalam keadaan
terpaksa membutuhkan makanan atau minuman.
2. Nikah
Nikah
menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara
laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad
tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan.
Hukum tentang nikah para fuqaha mengklasifikasikan
hukum nikah menjadi lima kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya,
yaitu sebagai berikut.
a. Wajib
b. Sunnah
c. Mubah
d. Makruh
e. Haram
Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi rukun-rukun yang lima perkara ini, yaitu:
a. Ijab- Qabul.
b. Ada mempelai pria.
c. Ada mempelai wanita.
d. Adanya wali.
e. Adanya saksi.
B. Saran
Diharapkan
dengan adanya makalah ini dapat dijadikan bahan refrensi baru akan kepenulisan
selanjutnya agar mendapatkan sedikit nilai kesempurnaan dari kepenulisan ini.
Dengan tulisan selanjutnya dapat menanggapi atau mengomentari bahkan mengkritik
tulisan sederhana ini. Insya Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Dimyati.
"I'anah Al-Thalibin". Semarang: Toha Putra.
Al-Jurjawi,
Ahamad. "Hikmah Al-Tasyri'I wa Falsafatuh. Beirut: Dar Al-Fikri.
Al-Juziri,
Abdur Rahman. "Kitab Al-Fiqh Ala Al Mazahib Al-Arbain". (Jilid 2).
Beirut: Dar Al-Fikr.
Departemen Agama RI. (2006). "Al
Qur'an dan Terjemahnya". Edisi Terkini Revisi Tahun 2006. Surabaya: Duta
Ilmu Surabaya.
Majid,
Abdul. (1986). "Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebenaran dalam
Islam". Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati.
Minhajuddin.
(2011). "Hikmah dan FIlsafat Fikih Muamalah dalam Isalam". Makassar:
Alauddin University Press.
Samin,
Sabri dan Andi Narmaya Aroeng. (2010). "Fikih II". Makassar: Alauddin
Press.
Suhendi,
Hendi. (2005). "Fiqh Muamalah". Jakarta:
[1] Al-Dimyati.
"I'anah Al-Thalibin". Semarang: Toha Putra. (Hal. 2).
[2] Abdul Majid.
"Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebenaran dalam Islam". Bandung:
IAIN Sunan Gunung Jati. 1986 (Hal. 1).
[3] Hendi Suhendi.
"Fiqh Muamalah". Jakarta: PT. Raja Grafindo Perseda. 2005 (Hal. 2).
[4] Abdur Rahman
Al-Juziri. "Kitab Al-Fiqh Ala Al Mazahib Al-Arbain". (Jilid 2).
Beirut: Dar Al-Fikr. (Hal. 147).
[5] Ibid., (Hal.
148).
[6] Departemen Agama RI. "Al Qur'an dan Terjemahnya". Edisi Terkini Revisi Tahun
2006. Surabaya: Duta Ilmu Surabaya. 2006. (Hal. 58).
[8] Minhajuddin.
"Hikmah dan FIlsafat Fikih Muamalah dalam Isalam". Makassar: Alauddin
University Press. 2011 (Hal. 108).
[9] Ibid., (Hal.
109).
[10] Ahamad
Al-Jurjawi. "Hikmah Al-Tasyri'I wa Falsafatuh. Beirut: Dar Al-Fikri. (Hal.
138).
[11] Minhajuddin.
Op. Cit. (Hal. 128).
[12] Sabri Samin
dan Andi Narmaya Aroeng. "Fikih II". Makassar: Alauddin Press. 2010
(Hal. 2).
[13] Sabri Samin
dan Andi Narmaya Aroeng. Op. Cit. (Hal. 3).
[16] Sabri Samin
dan Andi Narmaya Aroeng. Op. Cit. (Hal. 7).
[17] Ibid., (Hal.
7).
If you're attempting to burn fat then you certainly have to start following this brand new personalized keto diet.
ReplyDeleteTo create this service, licensed nutritionists, personal trainers, and cooks have united to develop keto meal plans that are effective, convenient, economically-efficient, and satisfying.
Since their launch in 2019, hundreds of individuals have already completely transformed their body and health with the benefits a smart keto diet can provide.
Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover eight scientifically-certified ones provided by the keto diet.