makalah muamalah jual beli dan nikah



MUAMALAH
(JUAL BELI DAN NIKAH)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Muamalah dapat dilihat dari dua segi yaitu dari segi bahasa dan dari istilah atau termenologi. Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata:
 عَامَلَ – يُعَامِلُ – مُعَامَلَةٌ
Artinya, saling bertindak, saling berbuat, dan saling berhubungan antara seorang dengan yang lainnya. Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit. Pengertian muamalah dalam arti luas yaitu "menghasilkan duniawi supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukrawy"[1]. Menurut Muhammad Yusuf Musa yang dikutip Abdul Majid: "Muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia"[2]. Jadi, muamalah dalam arti luas, yaitu aturan-aturan  (hukum-hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawai dalam pergaulan sosial.
Adapun pengertian muamalah dalam arti sempit (khas), para ulama memberikan definisi yang berbeda menurut Hudhari Byk yang dikutip oleh Hendi Suhendi, "muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya". Sedangkan menurut Rasyid Ridha, "muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan"[3].
Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian muamalah dalam arti sempit (khas), yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan Allah. Manusia berkewajiban menyikuti cara-cara itu dan menaati aturan-aturan-Nya.
Muamalah sendiri banyak membahas tentang hubungan antara manusia, di antaranya yaitu jual beli, nikah, khiyar, riba, asuransi, qiradh, kredit, dan seterusnya. Tetapi yang akan dibahas pada makalah ini yaitu jual beli dan nikah.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka timbullah rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
1.    Jelaskan tentang jual beli?
2.    Jelaskan tentang nikah?
C.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka timbullah tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui tentang jual beli.
2.    Untuk mengetahui tentang nikah.
D.  Manfaat
Berdasarkan tujuan makalah di atas, maka timbullah manfaat dalam pembuatan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.    Memperluas wawasan mahasiswa atau masyarakat mengenai tentang jual beli dan tentang nikah.
2.    Memberikan pengetahuan bagi mahasiswa atau masyarakat yang membaca makalah ini.








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Jual Beli (Bai')
1.    Pengertian Jual Beli (Bai')
Secara etimologi (bahasa) jual beli (البيع) bermakna menukar sesuatu dengan sesuatu, atau menukar barang dengan uang[4].
Sebagian fuqaha berkata, menurut bahasa, bai' artinya memilikkan harta dengan harta. Jadi sama dengan ta'rif yang pertama, hanya yang dimaksudkan adalah arti yang hakiki, maka tidak mencakup pengertian mengembalikan tambahan dengan selamanya.
Sebagian ulama menukil bahwa bai' menurut bahasa adalah mengeluarkan sesuatu zat dari hak milik dengan mendapat imbalan, yaitu ta'rif yang kedua. Melepaskan zat dari hak milik, artinya memilikkan orang lain terhadap suatu harta, maka memilkkam manfaat seperti akad sewa-menyewa dan sesamanya tidak disebut bai' menurut bahasa.
Adapun syira' ialah memasukkan zat kedam hak milik dengan imbalan, atau memilikkan suatu harta dengan harta. Berdasarkan bahasa, masing-masing bai' dan syira' dapat memakai arti yang dimiliki oleh orang lain[5].
Menurut mazhab Hanafiyah jual beli mengqandung dua makna yaitu secara khusus dan umum. Definisi bai' adalah memakai makna khusus, yaitu mempertukarkan barang dengan mata uang berdasarkam cara-cara tertentu (ijab qabul). Adapun definisi bai’ yang memakai makna umum adalah, menukarkan harta dengan harta berdasarkan cara tertentu. Menurut mazhab Syafi'iyyah, jual beli adalah akad penukaran harta dengan harta berdasarkan cara-cara tertentu.
2.    Macam-Macam Jual Beli
Berikut macam-macam jual beli, yaitu sebagai berikut:
a.    Jual beli shahih, yaitu jual beli yang sudah terpenuhi syarat dan ukurannya. Jual beli shahih terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
·      Jual beli barang-barang yang kelihatan.
·      Jual beli barang-barang yang tidak kelihatan, yang hanya disebutkan sifat-sifatnya saja dan masih dalam tanggung jawab penjual, yang disebut dengan "salam".
·      Jual beli sharaf yaitu, menukarkan salah satu dari dua mata uang yang sejenis atau yang lain jenis.
·      Jual beli murabahah, yaitu menjual dengan harga semula serta mengambil untung.
·      Jual beli isyrak, misalnya ucapan seseorang "aku syirkahkan kamu bersamaku dalam akad dengan sepertiga dari beli".
·      Jual beli muhathah, seperti ucapan seseorang "saya menjual dengan harga beli dan dikurangi satu dirham setiap sepuluh".
·      Jual beli tauliyah, yaitu harga jual sama persis dengan haraga beli.
·      Menukarkan hewan dengan hewan.
·      Jual beli dengan syarat yang khiyar.
·      Jual beli dengan syarat bebas dari cacat.
b.    Jual beli fasid (rusak), yaitu jual beli yang kurang syarat maupun rukunya.
3.    Hukum Jual Beli dan Dalilnya
Hukum jaul beli itu mubah, tetapi kadang menjadi wajib, yaitu ketika dalam keadaan terpaksa membutuhkan makanan atau minuman. Misalnya, seseorng wajib menyambil seseuatu untuk sekedar menyelamatkan jiwa dari kebinasaan dan kehancuran, dan haram tisak membeli sesuatu yang dapat menyelamatkan jiwa disaat darurat.
Terkadang jual beli itu hukumnya mandub (sunnah), seperti seseorang bersumpah akan menjual barang yang tidak membahayakan bila dijual. Dalam keadaan demikian dia disunnahkan melaksanakan sumpahnya. Kadang-kadang jual beli hukumnya makruh, seperti menjual barang yang dimakruhkan. Terkadang jual beli hukumnya haram, seperti menjual barang yang haram dijual.
Hukumnya jual beli yang mubah itu sudah diketahui dengan jelas dalam agama Islam. Dalil-dalil tentang jual beli itu banyak sekali, baik dari Al-Quran maupun dari As-Sunnah.
Allah berfirman dalam Al Qur'an surah Al-Baqarah ayat 275.
š
Terjemahnya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba[174] tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya[6].



Allah berfirman dalam Al Qur'an surah An-Nisa ayat 29.
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu[7].
Ayat- ayat tersebut dengan jelas menerangkan halalnya (mubahnya) jual beli, meskipun ayat-ayat tersebut disusun untuk beberapa tujuan selain pernyataan halalnya jual beli. Ayat yang pertama disusun dalam kalimat yang menerangkan haramnya riba. Ayat kedua disusun dalam kalimat yang menerangkan dilarangnya manusia memakan harta sesamanya dengan cara yang batil. Sedangkan ayat yang ketiga disusun dalam kalimat yang menerangkan agar manusia menghindari pertengkaran dan perselisihan dalam masalah jual beli dengan menghadirkan saksi.
Dasar dibolehkannya jual beli yang dari hadits adalah banyak sekali, diantaranya sebagi berikut:
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلأَنْ يَاءْخُذَا حَدُ كُمْ حَبْلَهُ فَيَاءْ تِى بِحَزْمَةِ حَطَبٍ عَلَى ظَهْرِهِ . فَيَبِيْعَهَا فَيَكِفَّ بِهَا وَجْهٌ خَيْرٌ لَهُ اَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ اَعْطَوْهُ اَوْمَنَعُوْهُ (رواه البخارى)

Artinya: Sesungguhnya salah satu di antara kamu yang mengambil talinya, lalu datang, seikat kayu bakar di atas punggungnya, ke4mudian ia menjualnya hingga ia mampu menjaga (kehormatan) dirinya dari minta-minta, itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta, yang adakalanya mereka memberinya dan adakalanya mereka tidak memberinya (menolaknya). (H.R. Bukhari)[8].
Hadits ini memberi isyarat bahwa manusia dalam masa hidupnya wajib bekerja. Seseorang tidak boleh hidup dengan minta-minta, sebagaimana dia tidak boleh menolak suatu pekerjaan, baik pekerjaan yang besar maupun pekerjaan kecil, tetapi dia harus mengerjakan pekerjaan yang mudah baginya.
قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، الذِّهَبُ بِالذّهَبِ وَالفِضَّةُ بِالفِصَّنهِ، وَالبُرُّ بِالبُرِّ، والسَّعِيْرُبِاسَّعِيْرِ والتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وامِلْحُ بِلْلحِ، سَوَاءً بِسَواءٍ مِثْلاً بِمِثْلٍ، يَدَا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ اَوِاسْتَزَادَ فَقَدْ اَرْبَى فَاِذَ اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الَاَجْنَاسُ فَبِيْعُوْا كَيْفَ شِئتُمْ (رواه مسلم)
Artinya: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, kurma dengan kurma dan garam dengan garan secara sama banyaknya, sepadan dan tunai, maka barang siapa menambah atau meminta tambahan, maka sesungguhnya ia telah melakukan riba. Apabila berlaina jenis maka jual belikan sesukamu. (H.R. Muslim)[9].
4.    Rukun Jual Beli
Rukun dalam jual beli adalah sesuatu yang menjadi gantungan adanya perkara lain, meskipun sesuatu itu tidak termasuk didalamnya. Rukun (unsur) adalah suatu yang hakiki, yang pada asalnya adalah masuk ke dalam sesuatu. Asal dari bai’ adalah shighat. Apabila tiada shighat, tentu kedua orang yang mengadakan akad tidak disebut bai’ dan musytari (pembeli). Rukun jual beli ada tiga, yaitu sebagai berikut:
a.    Shighat (ucapan akad), shighad dalam jual beli adalah segala sesuatu yang menunjukan adanya kerelaan dari dua bela pihak; penjual dan pembeli.
b.    'Aqaid, yaitu orang yang melakukan akad, baik penjual maupun pembeli.
c.    Ma’qud Alaih (yang diakadkan), ma’qud alaih baik menyangkut benda yang dijual maupun alat untuk membelinya (uang).
5.    Jenis-jenis Jual Beli yang Dilarang
Rasulullah. saw, melarang sejumlah jual beli, karena didalamnya terdapat gharar yang membuat manusia memakan harta orang lain dengan batil dan di dalamnya terdapat unsur penipuan yang menimbulkan dengki, konflik, dan permusuhan diantara kaum Muslimin. Di antara jenis-jenis jual beli yang beliau larang adalah sebagai berikut:
a.    Jual beli yang belum diterima
Seorang muslim tidak boleh membeli suatu barang kemudian menjualnya padahal ia belum menerima barang dagangan tersebut.
b.    Jual beli seorang muslim dari muslim lainnya.
Seorang muslim tidak boleh membeli suatu barang yang hendak dibeli saudara seagamanya.
c.    Jual beli najasy
Seorang muslim tidak boleh menawar suatu barang dengan harga tertentu, padahal ia tidak ingin membelinya.
d.   Jual beli barang-barang haram dan najis
Seorang muslim tidak boleh menjual barang haram, barang najis, dan barang-barang yang menjerumus kepada haram.
e.    Jual beli gharar
Orang muslim tidak boleh menjual sesuatu yang didalamnya ada gharar (ketidakjelasan).
f.     Jual beli dua barang dalam satu akad
Seorang muslim tidak boleh malakukan dua jual beli dalam satu akad. Kedua jual beli itu harus dilangsungkan dengan sendiri, karena didalamnya terdapat ketidakjelasan yang membuat orang Muslim lainnya tersakiti, atau memakan hartanya dengan tidak benar.
g.    Jual beli urbun (uang muka)
Seorang Muslim tidak boleh melakukan jual beli urbun, atau mengambil uang muka secara kontan, karena diriwayatkan bahwa Rasulullah saw, melarang jual beli urbun.
h.    Menjual sesuatu yang tidak ada pada penjual
Seorang Muslim tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada padanya atau sesuatu yang belum dimilikinya, karena hal tersebut menyakiti pembeli yang tidak mendapatkan barang yang dibelinya.
i.      Jual beli utang dengan utang
Seorang Muslim tidak boleh menjual utang dengan utang, karena itu menjual barang yang tidak ada dengan barang yang tidak ada pula. Islam tidak memperbolehkan jual beli seperti itu.
j.      Jual beli inab.
Seorang Muslim tidak boleh menjual suatu barang kepada orang lain dengan kredit, kemudian ia membelinya lagi dari pembeli dengan harga yang lebih murah.
k.    Jual beli oleh orang kota dengan orang desa.
Jika orang desa atau orang asing dating ke satu kota dengan maksud menjual barangnya dipasar dengan harga hari itu, maka orang kota tidak boleh berkata kepadanya, “serahkan barangmu kepadaku dan aku akan menjualnya untuk besok. Perbuatan orang kota itu tidak diperbolehkan.
l.      Membeli barang dari penjualnya diluar daerah.
Jika seorang Muslim mendengar komoditi barang telah masuk kedaerahnenjualnya, ia tidak boleh keluar dari daerahnya untuk memenuhi penjual diluar daerah tersebut kemudian membelinya disana dan membawa masuk barang itu kemudian menjualnya dengan harga semuanya.
m.  Jual beli musharrah
Seorang Muslim tidak boleh menahan susu kambing, atau lembu, atau unta diambinya selama berhari-hari agar susunya terlihat banyak, dengan manusia tertarik membelinya dan setelah itu ia menjualnya.
n.    Jual beli pada adzan kudua hari jum’at
Seorang Muslim tidak boleh menjual sesuatu atau membeli sesuatu jika adzan kedua shalat Jum’at telah dikumandangkan dan khatib telah naik mimbar.
o.    Jual beli muzabanah dan muhaqalah
Orang Muslim tidak boleh menjual anggur dipohonnya secara perkiraan dengan anggur kering yang ditakar, atau menjual tanaman dimayangnya secara perkiraan dengan biji-bijian yang ditakar, atau menjual kurma dipohonnya dengan kurma matang yang ditakar, kecuali jual beli araya yang diperbolehkan Rasulullah saw.
5.    Hikmah Jual Beli
Ahmad Al-Jurjawi menjelaskan hikmah jual beli yaitu kebanyakan problem sosial yang mengakibatkan pertengkaran dan permusuhan adalah disebabkan tidak dijalankannya undang-undang syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Yang Maha Bijaksana dalam hal jual beli. Pada undang-undang tersebut berfungsi sebagai pengemban bagi kebaikan muamalah[10].
Kemudaian Allah mensyaratkan bahwa untuk syahnya jual beli haruslah sesuai dengan perjanjian antara mereka kecuali jika ada persyaratan khiyar antara mereka berdua. Seperti yang dikatakan oleh Rasulullah saw.
"Dua orang yang berjual beli boleh memilih (akan meneruskan jual beli mereka atau tidak), selama keduanya belum bercerai dari tempat akad kecuali jual beli khiyar"[11].
a.    Allah SWT. mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasan kepada hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih hidup.
b.    Kehidupan menjadi terjamindan tertib karena masing-masing bangkit untuk menghasilkan sesuatu yang menjadi sasran hidup. Maka dengan modal kekuatan fisik dia menahan diatas bumi. Allah member ilham mengebai ilmu pertanian. Dia menjual buahnya kepada yang tidak bias menanam, tetapi mempunyai uang untuk membelinya.
c.    Masing-masin pihak merasa puas. Pemjual melepas barang dagangannya dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jail beli juga mampu mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan sehari-hari.
B.  Nikah
1.    Pengertian Nikah
Kata nikah berasal dari bahasa arab yang di dalam Indonesia sering diterjemahkan dengan perkawinan. Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan[12].
Hubungan antara seorang laki-laki den perempuan adalah merupakan tuntunan yang telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah akad nikah. Pergaulan atara laki-laki dan perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki-laki maupun perempuan, bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada di sekeliling kedua insan tersebut.
Menurut Abdul Muhaimin As’ad dalam bukunya Risalah Nikah: Penuntun Perkawinan, nikah ialah akad antara calon suami istri untuk memenuhi hajat nafsu seksnya, yang diatur menurut tuntunan agama Islam sehingga keduanya diperbolehkan bergaul sebagai suami istri. Dan yang dimaksud akad adalah ijab dari pihak wali perempuan atau wakilnya dan kabul dari pihak calon suami stau wakilnya.
Berdasarkan pendapat para Imam Mazhab pengertian nikah adalah sebagai berikut[13]:
a.    Golongan Hanafi
النكاح بأنه عقد يفيد ملك المتعة قصدا
Artinya: Nikah itu adalah akad yang menfaedahkan memiliki, bersenang-senang dengan sengaja.
b.    Golongan Maliki
النكاح بأنه عقد على مجرد متعه التلدد بادمية غير موجود قيمتها
Artinya: Nikah adalah yang mengandung ketentuan hukum semata-semata untuk membolehkan watha, bersenang-senanh menikmati apa yang ada pada diri seorang wanita yang boleh nikah dengannya.
c.    Golongan Syafi'iyah
النكاح بأنه عقد يتضمن وطء بلفظ انكاح او تزويج اومعناهما
Artinya: Nikah adalah yang mengandung ketentuan hukum kebolehan watha dengan lafaz nikah atau tazwijah atau yang semakna dengan keduanya.
d.   Golongan Hanabiilah
النكاح هو عقد بلفظ انكاح او تزويج على منفعة الاستمتاع
Artinya: Nikah adalah akad dengan mempergunakan lafaz nikah atau tazwij guna mem bolehkan manfaat, bersenang senang dengan wanita.
2.    Dalil dan Hukum Tentang Nikah
Karena perkawinan adalah sunnatullah atau hukum alam didunia, maka perkawinan dilakukan bukan hanya manusia, tetapi juga hewan, bahkan tumbuh-tumbuhan. Karena manusia adalah makhluk yang dimuliakan dan diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, maka Allah telah menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semuanya, seperti yang dilkukan oleh binatang, yakni kawin dengan lawan jenis semuanya saja, atau seperti tumbuhan-tumbuhan yang kawin dengan perantaraan angin.
Allah berfirman dalam Al Qur'an surah An-Nur ayat 32.
Terjemahnya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui[14].
Allah berfirman dalam Al Qur'an surah Adz-Dzariyaat ayat 49.
`ÏBur=ÇÍÒÈ
Terjemahnya: Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.
Allah berfirman dalam Al Qur'an surah Yasin ayat 36.
z`»ysö6ß Ï%©!$# t,n=y{ ylºurøF{$# $yg¯=à2 $£JÏB àMÎ7/Yè? ÞÚöF{$# ô`ÏBur óOÎgÅ¡àÿRr& $£JÏBur Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÏÈ
Terjemahnya: Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui[15].
Dalam hadits Rasulullah saw. ditemukan beberapa anjuran melangsungkan pernikahan, di antaranya:
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( يَا مَعْشَرَ اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ , فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ , وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ , وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Artinya: Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: "Wahai generasi muda! Barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu". Muttafaq Alaihi[16].
Dalam hadits ini ditemukan juga anjuran Rasulullah saw. untuk menikah, karena menikah merupakan salah satu sunnah Rasulullah saw.
Rasulullah saw. bersabda:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم حَمِدَ اَللَّه, وَأَثْنَى عَلَيْهِ , وَقَالَ : لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ , وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ , وَأَتَزَوَّجُ اَلنِّسَاءَ , فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda: "Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." Muttafaq Alaihi[17].
Hukum tentang nikah para fuqaha mengklasifikasikan hukum nikah menjadi lima kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya, yaitu sebagai berikut.
a.    Wajib
Wajib bagi orang mampu dan nafsunya telah mendesak, serta takut terjeremus dalam lembah perzinaan. Menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib, maka jalan yang terbaik adalah dengan menikah.
b.    Sunnah
Sunnah bagi orang yang mau menikah dan nafsunya kuat, tetapi mampu mengandalikan diri dari perbuatan zina, maka hukum menikah baginya adalah sunnah. Menikah baginya lebih utama daripada berdiam diri menekuni ibadah, sebab menjalani hidup tanpa nika sama sekali tidak dibenarkan dalam islam.
c.    Mubah
Mubah bagii orang yang tidak ada alasan yang mewajibkan segera nikah atau alasan yang mengharamkan menikah.
d.   Makruh
Makruh bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi nafkah kepada istrinya walaupun tidak merugikannya kerena ia kaya dan tidak mempunyai keinginan syahwat yang kuat. Juga bertambah makruh hukumnya jika karena lemahsyahwat itu ia berhenti dari melakukan suatu ibadah atau menuntut suatu ilmu.
e.    Haram
Haram bagi orang tidak berkeinginan karena tidak mampu memberi nafkah, baik nafkah batin maupun nafkah lahiriah kepada istrinya serta nafsunya tidak mendesak, atau dia mempunyai keyakinan bahwa apabila menikah ia akan keluar dari Islam.
3.    Rukun dan Hikmah Nikah
Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi  rukun-rukun yang lima perkara ini, yaitu:

a.    Ijab- Qabul.
b.    Ada mempelai pria.
c.    Ada mempelai wanita.
d.   Adanya wali.
e.    Adanya saksi.
Hikmah nikah dalam Islam tidak mensyariatkan sesuatu melainkan dibaliknya terdapat kandungan keutamaan dan hikmah yang besar. Demikian pula dalam nikah, terdapat beberapa hikmah dan maslahat bagi pelaksananya:
a.    Sarana pemenuh kebutuhan biologis.
b.    Sarana menggapai kedamaian dan ketenteraman jiwa.
c.    Sarana menggapai kesinambungan peradaban.
d.   Sarana untuk menyelamatkan manusia dari dekadensi moral.
e.    Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah.














BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Muamalah dalam arti sempit (khas), yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan Allah. Manusia berkewajiban menyikuti cara-cara itu dan menaati aturan-aturan-Nya.
Jual beli dan nikah adalah satu-kesatuan dari muamalah (hubungan sesama manusia). Berikut kesimpulan dari pembahasan di atas.
1.    Jual Beli
Jual Beli bermakna menukar sesuatu dengan sesuatu, atau menukar barang dengan uang. Hukum jaul beli itu mubah, tetapi kadang menjadi wajib, yaitu ketika dalam keadaan terpaksa membutuhkan makanan atau minuman.
2.    Nikah
Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan.
Hukum tentang nikah para fuqaha mengklasifikasikan hukum nikah menjadi lima kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya, yaitu sebagai berikut.
a.    Wajib
b.    Sunnah
c.    Mubah
d.   Makruh
e.    Haram


Akad nikah tidak akan sah kecuali jika terpenuhi  rukun-rukun yang lima perkara ini, yaitu:
a.    Ijab- Qabul.
b.    Ada mempelai pria.
c.    Ada mempelai wanita.
d.   Adanya wali.
e.    Adanya saksi.
B.  Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat dijadikan bahan refrensi baru akan kepenulisan selanjutnya agar mendapatkan sedikit nilai kesempurnaan dari kepenulisan ini. Dengan tulisan selanjutnya dapat menanggapi atau mengomentari bahkan mengkritik tulisan sederhana ini. Insya Allah.



















DAFTAR PUSTAKA
Al-Dimyati. "I'anah Al-Thalibin". Semarang: Toha Putra.
Al-Jurjawi, Ahamad. "Hikmah Al-Tasyri'I wa Falsafatuh. Beirut: Dar Al-Fikri.
Al-Juziri, Abdur Rahman. "Kitab Al-Fiqh Ala Al Mazahib Al-Arbain". (Jilid 2). Beirut: Dar Al-Fikr.
Departemen Agama RI. (2006). "Al Qur'an dan Terjemahnya". Edisi Terkini Revisi Tahun 2006. Surabaya: Duta Ilmu Surabaya.
Majid, Abdul. (1986). "Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebenaran dalam Islam". Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati.
Minhajuddin. (2011). "Hikmah dan FIlsafat Fikih Muamalah dalam Isalam". Makassar: Alauddin University Press.
Samin, Sabri dan Andi Narmaya Aroeng. (2010). "Fikih II". Makassar: Alauddin Press.
Suhendi, Hendi. (2005). "Fiqh Muamalah". Jakarta:


[1] Al-Dimyati. "I'anah Al-Thalibin". Semarang: Toha Putra. (Hal. 2).
[2] Abdul Majid. "Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebenaran dalam Islam". Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati. 1986 (Hal. 1).
[3] Hendi Suhendi. "Fiqh Muamalah". Jakarta: PT. Raja Grafindo Perseda. 2005 (Hal. 2).
[4] Abdur Rahman Al-Juziri. "Kitab Al-Fiqh Ala Al Mazahib Al-Arbain". (Jilid 2). Beirut: Dar Al-Fikr. (Hal. 147).
[5] Ibid., (Hal. 148).
[6] Departemen Agama RI. "Al Qur'an dan Terjemahnya". Edisi Terkini Revisi Tahun 2006. Surabaya: Duta Ilmu Surabaya. 2006. (Hal. 58).
[7] Departemen Agama RI. Op. Cit. (Hal. 107-108).
[8] Minhajuddin. "Hikmah dan FIlsafat Fikih Muamalah dalam Isalam". Makassar: Alauddin University Press. 2011 (Hal. 108).
[9] Ibid., (Hal. 109).
[10] Ahamad Al-Jurjawi. "Hikmah Al-Tasyri'I wa Falsafatuh. Beirut: Dar Al-Fikri. (Hal. 138).
[11] Minhajuddin. Op. Cit. (Hal. 128).
[12] Sabri Samin dan Andi Narmaya Aroeng. "Fikih II". Makassar: Alauddin Press. 2010 (Hal. 2).
[13] Sabri Samin dan Andi Narmaya Aroeng. Op. Cit. (Hal. 3).
[14] Departemen Agama RI. Op. Cit. (Hal. 494).
[15] Departemen Agama RI. Op. Cit.. (Hal. 628).
[16] Sabri Samin dan Andi Narmaya Aroeng. Op. Cit. (Hal. 7).
[17] Ibid., (Hal. 7).      

Comments

  1. If you're attempting to burn fat then you certainly have to start following this brand new personalized keto diet.

    To create this service, licensed nutritionists, personal trainers, and cooks have united to develop keto meal plans that are effective, convenient, economically-efficient, and satisfying.

    Since their launch in 2019, hundreds of individuals have already completely transformed their body and health with the benefits a smart keto diet can provide.

    Speaking of benefits: clicking this link, you'll discover eight scientifically-certified ones provided by the keto diet.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

aliran aliran dalam pendidikan islam

Ciri ciri Manusia Ideal dalam Perspektif Islam

al hikmat al masrikiyyah